Jumat, 31 Agustus 2012

(cerita mudik) Rumah kenangan penuh cinta


Lebaran tahun ini menjadi lebaran yang indah dan penuh kenangan, karena setelah sekian tahun absen mudik lebaran, kali ini saya+keluarga (8 dewasa+1 anak balita+1 anak batita) bisa ikutan tradisi mudik lagi. 
Terakhir berurusan dengan permudikan adalah di tahun 2006, lebaran pertama tanpa eyang kakung dari pihak mama.

Ketika eyang dari pihak mama yang tinggal di Pati, Jawa Tengah masih hidup, keluarga saya memiliki aturan merayakan berlebaran bergiliran, setahun di Jakarta di mana kebanyakan keluarga bapak tinggal dan tahun berikutnya dirayakan di Pati, di mana tempat keluarga mama berkumpul.
Kalau boleh jujur, waktu saya kecil saya lebih antusias ketika giliran merayakan berlebaran di kampung yang jauh dari keramaian Jakarta. Bahkan ketika saya dan kakak saya @fitriawahid masih SD hingga SMP liburan Ramadhan+lebaran selalu kami habiskan di rumah eyang.

Mungkin karena kami tidak tinggal berdekatan ketika kami, para cucunya berlibur, eyang akan memberikan servis yang sangat memuaskan dan 'sangat mahal'. 'Sangat mahal' karena syarat dengan kasih sayang eyang yang tidak bisa terbeli oleh apapun.

Rumah eyang yang kini sudah berubah dari rumah tradisional menjadi rumah yang sangat modern. Rumah yang dulunya hanya dialiri listrik pada jam-jam tertentu, rumah yang dulunya memiliki bagian yang berlantai bukan dari keramik, rumah yang memiliki bagian atap yang seperti 'ijuk' sampai-sampai kakak saya pernah menganggap rumah eyang saya itu gubuk, rumah dengan bak mandi besar berwarna abu-abu suram dan setiap kali mau mandi harus mengisi air dengan menimbanya terlebih dahulu... Kini berubah menjadi rumah modern yang semuanya ditutupi oleh keramik, sudah tidak ada bagian atap yang berijuk lagi, sudah tidak ada bak mandi berwarna abu-abu suram dan berganti dengan kamar mandi modern dengan warna yang ceria. Dengan adanya listrik 24 jam kapanpun kami bisa menonton TV, bahkan sudah terpasang Indovision.

Rumah kini boleh berganti bernuansa modern, tapi ajaibnya perubahan itu tidak sedikitpun menghapuskan kenangan saya akan eyang kakung dan eyang putri yang sudah tiada. Tiap jengkal setiap sudut dari rumah itu mengingatkan saya akan kasih sayang yang pernah mereka berikan kepada kami semua.
Masih ada dalam ingatan  eyang saya bersantai di kursi malas yang terbuat dari kayu di ruang tamu yang sangat lapang itu, tempat tidur tinggi yang terbuat dari besi dan berkelambu mengingatkan saya akan kelonan eyang putri penghantar tidur, masih ingat meja kecil di dekat meja makan tempat eyang kakung menikmati tehnya di sore hari, masih ingat eyang kakung yang menyembelih ayam untuk kami makan (sekarang tugasnya tergantikan oleh sepupu saya), masih ingat eyang putri dengan kebaya anggunnya yang tiap malam sebelum tidur melepaskan gelungan kondenya dan selalu meminyaki rambutnya dari botol cem-ceman berwarna hijau, masih ingat ketika saya cengeng eyang kakung saya memarahi dan menyuruh saya untuk pulang ke Jakarta dengan kereta tebu, masih ingat waktu saya kecil eyang putri pernah berjualan telur ayam, setiap sore beliau mengajak kami masuk ke kandang ayam untuk mengambil telur dan menghitunganya... Dan masih kenangan lainnya...

Kenangan indah itu sekarang tidak akan pernah mungkin terulang lagi,
Kenangan manis itu sekarang hanya sebatas kenanagan....

Sudah 9 tahun eyang putri meninggalkan kami, sudah 6 tahun eyang kakung meninggalkan kami...
Kapan terakhir kami semua merayakan lebaran bersama-sama di rumah penuh kenangan itu ?
Entahlah ? Mungkin 12 tahun yang lalu? Karena sebelum eyang putri meninggal saya tinggal di Jepang, saya tidak bisa ingat dengan persis terakhir merayakan lebaran di sana dengan formasi yang lengkap dengan semua adik-adik mama beserta keluarganya.

Tapi, setelah sekian tahun tidak merayakan lebaran dengan formasi lengkap..
Berlebaran di rumah eyang tetap menyisakan kenangan indah yang sama untuk saya.
Memang eyang sudah tidak ada bersama kami di sini tapi kami tetap bisa merasakan kebersamaan yang indah..
Anggota keluarga besar pun bertambah dengan para cucu mantu dan buyutnya yang membuat suasana semakin ramai.
Saya berharap eyang kakung dan eyang putri di sana bisa tersenyum melihat kebersamaan kami yang mengobrol akrab di malam takbiran, kebersamaan kami heboh nonton pawai takbiran, kebersamaan pergi nyekar ke makam eyang, pergi ke masjid untuk sholat Ied (walaupun saya nggak ikutan sholat), kebersamaan bersalaman saling memaafkan, dan tentu saja kebersamaan berebut aneka makanan yang disedikan yang semuanya maknyuuuss!

Rumah, ketika ditinggal pemiliknya terkadang berubah menjadi 'dingin'
Kehangatan rumah yang pernah ada ketika ditinggal pemiliknya terkadang berubah menjadi hampa.
Tapi tidak dengan rumah eyang di Pati ini...
Rumah ini bagi saya tetap menghadirkan kehangatan, tetap memberikan keceriaan dan keriaan.
Mungkin kehangatan dan keceriaan yang saya rasakan walau telah bertahun pemiliknya meninggalkannya adalah karena semasa hidupnya eyang kakung dan eyang putri selalu mengisi, mendekor dan membenahi rumah ini dengan kasih sayang dan cintanya supaya teruuus bisa dirasakan oleh anak, cucu, buyutnya.....

★Alfatihah untuk eyang kakung+eyang putri....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar