Rabu, 23 Januari 2013

Sepenggal cerita dari bawah kolong jembatan

Banjir minggu lalu yang ternyata juga diberitakan di Jepang, membuat beberapa klien menanyakan kabar saya untuk memastikan keadaan baik-baik saja.
Berawal dari situ berceritalah saya, kalau saya ingin ikutan baksos di hari minggu lalu, salah seorang klien saya langsung menyatakam tertarik untuk ikut.
Tapi, berhubung hari minggu itu sikon ndak memungkinkan, akhirnya saya buatkan waktu khusus "tour" ke beberapa posko pengungsian di selasa pagi kemarin.

Pemberhentian kami pertama hari itu adalah pengungsian di bawah jembatan kampung melayu, yang memang relatif paling dekat dengan tempat klien saya menginap.
Untungnya hujan yang turun sejak pagi sudah berhenti, sehingga kami bisa bebas turun mobil menghampiri lokasi pengungsian yang letaknya di bawah flyover kampung melayu.

Hati ini langsung 'nyes' miris melihat kondisi lokasi pengungsian itu yang 'beratapkan' flyover, beralaskan terpal seadanya, tanpa naungan 'dinding' tenda atau sejenisnya. Terbayang jika turun hujan tentunya tidak sepenuhnya terlindungi dari air hujan.
Pengungsi di sana adalah para warga pemulung yang bermukim di bawah kolong jembatan kampung melayu.
Ada beberapa lapak pengungsian di sana yang saat kami datang sekitar pukul 8, kebanyakan berisi wanita dan anak-anak... Kebanyakan dari wanita itu sedang meriung ngobrol, beberapa terlihat sedang bergantian masak indomie, beberapa sedang menikmati indomie itu... Ada juga yang sedang bermain dengan anaknya atau sedang memberikan ASI pada anaknya.

Adalah bu Gemi yang menyambut kedatangan kami dengan senyum riangnya,nmenceritakan kehidupannya selama di pengungsian ini, bagaimana dia belum bisa kembali ke rumah karena walaupun air sudah surut namun masih menyisakan peer untuk membersihkan lumpur yang masih tersisa hingga sedengkul.
Bu Gemi yang (menurut) dia berusia 40tahun, menikah pertama kali di usia 12tahun, sudah pernah menikah 3kali, dan memiliki 2orang putra. Bu Gemi kemudian mengajak kami untuk melihat rumahnya, yang berada di bawah kolong jembatan kampung melayu.
Berhati-hati kami menyisir jalan menurun yang masih sedikit licin karena lumpur untuk menuju deretan pemukiman yang tidak tampak jelas karena tidak ada sedikitpun bantuan penerangan.
Masih dengan senyum cerahnya bu Gemi menyebutkan siapa-siapa saja yang tinggal di balik pintu-pintu rumah petak itu....
"itu kamar oom saya", "kalau itu kamar kakak saya" "yang itu keponakan saya" "kalau kamar saya yang itu" dengan semangat bu Gemi menunjukkan pintu-pintu yang sudah tampak kusam dan masih tergenang oleh lumpur.

Kami pun mengobrol sejenak dalam remang-remang... Mengalirlah cerita hidup dari mulut bu Gemi, mulut yang selalu menyungingkan senyum tulus.
Bu Gemi berkisah sebenarny dulu dia bermukim di daerah Jawa Tengah, satu kejadianlah yang membuatnya datang ke Jakarta. Putra bungsunya yang sekarang berusia 18tahun menderita epilepsi dan menjadi objek bully-ing oleh teman-temannya. Suatu hari, anaknya dijedotkan ke tembok hingga tidak bisa berjalan.Lumpuh cacat menurut istilah bu Gemi. Prihatin akan kondisi anaknya, ingin menyembuhkan anaknya di 'dukun jawa',tapi dengan penghasilan suaminya dulu yang berprofesi sebagai pemetik tebu tidak cukup untuk biaya pengobatan 'dukun jawa'.
Bulatlah tekad merekan untuk mengadu nasib di Jakarta, kebetulan mereka memiliki oom yang bisa langsung memberikan pekerjaan untuk mereka, yaitu pemulung.
Sebelumnya bu Gemi pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun akhirnya memutuskan untuk bersama-sama suami menjadi pemulung.
Bertahun-tahun bekerja membanting tulang bersimbah peluh, sedikit demi sedikit kondisi sang putra membaik dan akhirnya bisa berjalan, walau tangannya masih sedikit 'sakit' seperti orang dipelintir bentuknya. Dengan kondisi begitu pun, anaknya kini sudah membantu mengumpulkan sampah rongsokan untuk kemudian dijualnya kembali. Sesuatu anugrah... Suatu yang sangat disyukuri oleh orang tuanya.
Dari cerita saya tahu kalau sampah-sampah yang mereka punguti ini, mereka dihargai
- rp. 4000/kilo untuk kemasan air mineral
- rp. 1000/kilo untuk sampah plastik seperti ember
- rp. 1500/kilo untuk kardus
Dll.....


Iseng saya bertanya, dengan kesembuhan anaknya ini apakah mereka terfikir untuk kembali ke Jawa....
Bu Gemi menjawab dengan ramah dan saya mendeteksi ada rasa bangga di suaranya
"Di sini kan ibu kerja, berguna dapat uang.... Dan kerjaan ibu ini kan halal... Di sini enak bisa mulung trus dapat uang....biar segini uangnya cukuplah untuk hidup"
Ya,saya yakin tidak salah saya merasakan nada bangga dari suaranya itu.
Jawaban yang membuat saya tertampar bolak balik....
Banyak sekali saya rasa orang yang dengan penampilan rapi kinclong merasa tidak terlalu pede dengan profesinya... Sejujurnya terkadang saya merasa minder untuk menyebutkan profesi saya CUMA sebagai penerjemah terutama di depan orang-orang yang punya profesi 'menyilaukan' tapi ibu ini dibalik penampilannya yang sederhana dengan bangga menyebutkan profesi dirinya. Bangga menunjukkan dirinya bahwa apa yang dikerjakannya adalah HALAL dan bisa menghasilkan uang.
Dan dengan penghasilan yang mungkin buat sebagian kita jumlahnya jauh lebih kecil dari kebutuhan nongkrong-nongkrong di coffee shop, dia dengan yakin mengatakan bahwa itu sudah cukup memenuhi kebutuhannya.
Membuat saya yang beberapa waktu lalu sempat merasa kecewa tentang rate penerjemah merasa seperti ditampar bolak balik. Menyadari bahwa betapa masih 'cemennya' saya sebagai manusia, baru urusan begitu saja udah kecewa!


❤Saya yakin semua kejadian itu pasti sudah di atur oleh yang Ilahi... Kenapa saya tidak mendapatkan pekerjaan yang saya inginkan, kenapa saya akhirnya tergerak mengantarkan klien saya keliling tempat pengungsian banjir... Menurut saya semua itu sudah didesain karena hari itu saya akan bertemu ibu Gemi yang 'menampar' saya bolak balik dengan senyuman dan ceritanya yang nan ceria dan tanpa beban hidup.... Terima kasih,bu!!!











5 komentar:

  1. hiks.. heybat si ibu gemi ini,
    bisa bangga dan mencintai pekerjaannya,
    gw, HARUSnya lebih bersyukur dan bisa lebih bangga dengan apa yg gw lakukan skrg, tapi nyatanya, cuman bisa ngeluh :(
    thanks for sharing vita..

    BalasHapus
  2. Iya hebat bangetnya ibu ini.. Kita harus bisa belajar dari dia!

    BalasHapus
  3. Huhuhu... jd ngerasa "kecil" dibandingkan ibu itu...

    BalasHapus
  4. Iya bener banget, Au.. jadi kayak nggak ada apa2nya banget deh dibanding si ibu ini...

    BalasHapus
  5. Salam Sejahterah Bagi Kita Semua...
    Mohon Maaf Bilah Kedatangan Aku Mengganggu Namun Apa Yang Aku Tulis Ini Kisah Nyata Aku Dan Semoga Ada Nya Pesan Singkat Ini Bisa Bermanfaat Kepada Anda Semua.. Aku Sangat Berterima Kasih Banyak Kepada Teman" TKW Dan TKI Berkat PostinganNya Saya Bisa Kenal Dengan Abah Cahyono, Ternyata Beliau Guru Spiritual Yang Sering Membantu Orang Melalui Nomer Togel 4D/5D/6D, Dana Gaib, Pelaris, Pelet, DLL.. Alhamdulillah Aku Sudah Pulang Kampung Membuka Usaha Kecil"Lan Berkat Bantuan Abah Cahyono Melalui Bantuan Dana GaibNya Sebesar 1 Milyard Hidup Aku Sudah Jauh Lebih Baik Dari Sebelumnya.. Anda Perlu Berhati Hati Sekarang Sudah Banyak Modus Penipuan Yang Mengatas Namakan Anggota Dari Abah Cahyono, Siapa Tahu Ada Teman Butuh Bantuan Beliau Silahkan Hubungi Di Nomer PribadiNya +6285213737273 Siapa Tahu Beliau Masih Bisa Membantu Anda..




    BalasHapus